Rabu, 25 Desember 2013

CERPEN SAHABAT

KALUNG PERSAHABATAN TANDA CINTA

Cerita ini berawal dari sahabatku yang bernama Tara. Dia seorang yatim piatu, ayah dan ibunya sudah meninggal karena kecelakaan, saat ia berumur 4 tahun. Umur kami berdua sama. Saat terjadi kecelakaan itu Tara masih TK.
15 tahun sudah berlalu, kini kami sudah dewasa.  

Pada suatu hari Tara duduk sendirian di taman. Biasanya kalau dia sedang sedih, dia selalu cerita sama aku, tapi ini kok malah merenung sendirian di taman?
"Da...!"
"ah kamu Lan, ngagetin aja nanti kalau aku jantungan gimana, mau tanggung jawab?" ucap Tara sambil tersenyum kecil, menyembunyikan kesedihannya.
"kamu kenapa sih, kok dari tadi aku lihat cuma sendirian, bengong lagi. nanti kalau kesambet kan kasihan setannya, hahaha" 
"nggak papa kok, tadi aku cuma mau melihat danau, di pinggir taman ini" ucap Tara sambil memalingkan wajahnya.
"o, beneran? nggak kangen sama aku?" tanya ku, sambil melihat matanya.
"ih kamu tu ya, kalau gombal bisa aja"
"namanya juga Alan si raja gombal, hehehe"
"o, pantes banyak cewek yang antri"
"cie... cie... kamu cemburu ya"
"eh, enggak kamu ke gr an banget sih"
"itu tadi apa coba, kalau nggak cemburu"
"udah ah aku mau pulang"
"ya udah, hati-hati di jalan ya bidadari ku"
"ih lebay, rumahnya aja cuma depan taman"
"hehehe iya ya"

Klek... 
Pintu kamar ku kunci. " Tara kenapa ya, tadi kok nggak banyak bicara, kayaknya dia sedang banyak masalah. Tapi kalau ada masalah kan dia selalu cerita sama aku, Tara kenapa sih! aku jadi bingung. Eh tunggu dulu, tadi aku lihat matanya basah, kayaknya dia habis nangis deh. Kenapa sih anak itu. Nggak kaya biasanya dia seperti ini."

Saat aku berjalan menuju kamar mandi aku baru ingat, kalau besok itu ulang tahun Tara. Setelah mandi aku akan beli kado untuk Tara, mungkin tadi dia sedih karena saat ulang tahunnya tak ada ayah dan ibunnya yang menemaninya. Kasihan banget ya anak itu. Setelah selesai mandi aku langsung bergegas ke toko pernak-pernik untuk beli kado.
"mbak, kalau kado buat cewek yang romantis, dan yang nggak terlalu mewah apa ya?"
"mas pacarnya ya?"
"em... eh iya saya pacarnya" ucap ku berbohong sedikit nggak papa deh.
"ini aja mas, kalung buat mas dan pacarnya"
 "kalung...?"
 "iya, ini sekalian beli sepasang, ini liontinnya juga bagus, hatinya bisa disatukan"
"o, yayaya... sekalian di bungkus ya mbak"
"ya, tunggu sebentar"
"udah jadi belum sih mbak, kok lama banget"
"ya tunggu sebentar, ini udah jadi"
"ini mbak uangnya"

Pagi harinya aku jemput Tara di rumahnya. Sepanjang perjalanan menuju sekolah , Tara nggak bicara apap pun. Sekarang Tara kok mulai beda? dia kenapa ya? wajahnya kok pucat sih, apa dia sakit? ah jadi bingung. Sesampainya di sekolah kami masuk kelas. 

Siang harinya, kami pulang bersama. Setelah sampai rumah, aku mengajak Tara ke danau dekat taman. Ternyata Tara sudah ada di taman lebih dulu.
"hei..."
"ih kamu tu sukanya ngagetin orang"
"kok mata kamu berair, kamu habis nangis ya?"
"enggak tadi cuma kena debu"
"biasanya kalau kamu lagi sedih, kamu langsung cerita sama aku"
"aku nggak sedih, cuma nggak enak badan"
"kamu sakit ya, kalau sakit istirahat di rumah aja"
"nggak papa, aku pengen disini sama kamu"
"aku punya sesuatu buat kamu" kataku, sambil mengambil kado yang sudah ku siapkan.
"apa?"
"ini, yang satu buat kamu, yang satunya lagi buat aku. Aku pakai kan ya."
"makasih ya Lan, kamu masih ingat hari ulang tahun aku"
"iya, selamat ulang tahun ya, bidadari ku"
"Alan, aku capek" kata Tara yang memang kelihatannya pucat, sambil bersandar di bahu ku.
"kamu badannya kok panas, kalau sakit istirahat di rumah aja deh"
"Alan"
"iya, kenapa?"
"kalau aku sering marah-marah sama kamu, maafin ya. Dan juga kalau aku nggak kembali, jangan sedih" kata Tara sambil meneteskan air matanya. Aku kaget, kenapa Tara ngomong gitu.
"emangnya kamu mau kemana, mau pergi?" tanyaku, tapi Tara sudah tidur, dan pegangan tangannya mulai melemas.
Itulah saat terakhirku bersama Tara, sahabat ku, teman istimewaku. Dan cinta pertama ku, tapi jarapanku sudah hilang. Kini Tara sudah tak ada lagi, tak menemani hari-hariku. Kalung tanda cintaku untuk Tara, sudah ku kubur bersama dengan pemakamannya Tara. Walaupun Tara sudah meninggal, tapi Tara tak akan terhapus dari hati ini.

anda dapat melihat karya saya yang lain dengan cara :
klik disini 

CERPEN SHINTA

Pelangi Yang Telah Hilang

Pelangi adalah sahabat terbaikku. Kami selalu pergi bersama-sama kebukit setelah pulang sekolah, disana adalah tempat kesukaanku dan Pelangi, kami selalu berbagi cerita, bercanda, dan jika aku sedang sedih Pelangi selalu menghiburku. Tapi persahabatan kami agak terputus karena adanya Rino. Aku dan Pelangi naksir sama Rino, teman sekelas kami.

Pada suatu hari, saat aku dan Pelangi sedang berjalan-jalan kebukit, tiba-tiba Pelangi pingsan dan keluar darah dari hidungnya. Lalu aku coba hubungi om Bondan, ayah Pelangi. Tak lama kemudian om Bondan datang dan segera bergegas membawa Pelangi ke rumah sakit. Pelangi sedang diperiksa di ruang UGD. kecemasan tampak di raut wajah om Bondan , setelah 2 jam kami menunggu, dokter menyuruh om Bondan menunggu hasil pemeriksaan di ruangannya. setelah om Bondan keluar dari ruangan dokter aku bertanya, ada apa dengan Pelangi. Ternyata Pelangi sakit kanker darah stadium akhir, dan Pelangi harus dirawat di rumah sakit. kemungkinan untuk Pelangi tetap bertahan sangat kecil. Karena tubuhnya sudah tidak kuat lagi menahan rasa sakit yang dideritanya. Setiap pulang sekolah aku selalu menyempatkan diri untuk menjenguk Pelangi. Pelangi masih kelihatan pucat dan lemas, dan darah sering menetes dari hidungnya.

Keadaan Pelangi sudah semakin parah. Pada suatu hari aku berencana ingin menjenguknya bersama Rino. Pelangi sangat senang melihat kedatangan kami karena aku dan Rino masih sempat menjenguknya. Dengan suara lirih aku membisikkan kata maaf dariku. Karena aku sering memarahinya dengan kata yang kasar. Dan tentang Rino, sekarang aku sama Rino sebatas teman saja. Karena lebih penting sahabatku.

Keesokan harinya aku sudah menyiapkan kue yang ku buat semalaman untuk Pelangi. Jam 5 pagi aku sudah siap-siap, soalnya kalau kesiangan pasti Jakarta macet. Sesampainya di rumah sakit aku terkehut dan lemas tak berdaya, saat ku lihat tubuh Pelangi sudah tertutup oleh kain putih. Aku sangat menyesal, karena di saat terakhirnya aku tidak berada di sampingnya. Teringat olehku kata yang terucap dari mulutnya, kemarin sore sambil menitihkan air mata. "besok kita main di bukit ya, aku mau bermain dengan mu seperti dulu lagi" kata Pelangi. Tetapi aku hanya terdiam. karena kukira saat itu di hanya bercanda.

Seusai pemakaman Pelangi, aku berjalan ke bukit, tempat yang ingin di kunjungi Pelangi saat dia masih ada. Tapi sekarang sudah tak ada lagi Pelangi disisiku. Hanya penyesalan yang dapat kurasakan. Tiba-tiba hujan turun deras, tetesan hujan mengiringi tangisanku. Tapi mentari mulai terbit kembali, kutatap langit, awan hitam mulai menghilang dan terlihat pelangi tersenyum padaku. Air mataku menetes tiada henti memandangi pelangi yang indah. cahayanya terpancar ke wajahku, seakan-akan pelangi menyinariku dengan senyumannya, tapi aku hanya bisa mengenang sahabatku. Pelangi yang telah meninggalkanku tuk selamanya, tetapi Pelangi tak akan hilang dari otakku dan selalu ada di setiap denyut nadiku.